Tangan Dingin Djoko Susanto
Di sebuah gang sempit di kawasan Petojo, Jakarta tahun 1966, seorang remaja berdiri di balik etalase warung kecil. Tangannya kotor oleh minyak, keringatnya bercampur debu jalanan. Setiap kali ada pelanggan datang membeli sabun atau rokok, ia menyapa dengan senyum sopan, senyum yang tak tahu kalau suatu hari nanti akan menjadi simbol keramahan jutaan kasir Alfamart di seluruh Indonesia. Remaja itu bernama Djoko Susanto, atau Kwok Kwie Fo bagi keluarga Tionghoanya. Ia baru saja meninggalkan bangku SMA. Bukan karena malas belajar, tapi karena ia tahu, hidup tak menunggu orang yang berlama-lama berpikir. Hidup hanya menunggu siapa yang berani bertindak. Hari-harinya diisi dengan menjaga warung ibunya, “Toko Sumber Bahagia”. Warung itu sederhana — menjual kacang tanah, minyak sayur, sabun mandi, dan tentu saja, rokok. Setiap malam, Djoko menutup toko sambil menghitung uang kertas yang sudah lecek. Tak banyak, tapi cukup untuk bertahan. Namun, di balik kesederhanaan itu, ada ses...