Gugatan Judicial Review






Dalam memberikan penyataan dihadapan Wartawan Cetak & Online di Makamah Konstitusi, Kuasa Hukum Sulistyowati menghadiri para pemohon yaitu Moch. Sidik, Dewi Nadya Maharani, Suzie Alancy Firman, Rahmatulloh, Mohammad Syaiful Jihad bahwa Sulistyowati menjelaskan : 


"Terkait tentang pelaksanaan pasal 201 ayat (10) dan 201 ayat (11) UU nomor 10 tahun 2016 disitu menyebutkan bahwa kepala daerah yang habis pada Tahun 2022 dan tahun 2023, maka akan diganti oleh pejabat-pejabat kepala daerah baik gubernur bupati maupun walikota itu harus dilakukan sesuai undang-undang tersebut dan diundur ke Pilkada serentak 2024 dikarenakan kondisi Pandemi yang belum berakhir. Alangkah baiknya tidak langsung mencederai atau menghilangkan hak-hak daripada pemohon sehingga kita meminta salah satu dalam petitum kita adalah meminta untuk tetap dilangsungkan atau diperpanjang masa jabatan untuk Gubernur walikota dan bupati sampai dengan penyelenggaraan Pemilukada 2024. 


Dalam melakukan sidang yang Perdana di Mahkamah Konstitusi meskipun kami lakukan secara online pada sidang perdana yang agendanya adalah persiapan untuk beberapa koreksi dan tambahan penyempurnaan dari permohonan kami tentu saja kami terima dengan baik dan kami akan lengkapi, perbaiki, dan sempurnakan sebaik-baiknya. Contohnya majelis hakim meminta tentang identitas para pemohon untuk lebih ditambahkan tidak hanya KTP, kalau kami menyebut dokter maka ada keterangan mahasiswa dokternya. Tidak ada masalah buat kami secara substantif maupun secara umum dan prinsip majelis hakim memahami yang kita inginkan dalam konteks.

 

Mengenai yang mau kita uji dalam pengujian ini harus ada yang lebih disempurnakan yaitu ada beberapa hal terkait dengan hak dari pemohon artinya majelis hakim menyorot tentang legal standing menurut saya ini menjadi sangat menarik. 


Apa yang di sini sudah disampaikan oleh kuasa hukum kami Dr. Sulistyowati bahwa memang yang kita persoalkan adalah pasal 201 ayat (10) dan (11) undang-undang nomor (10) tahun 2016 tentang pemilihan Pilkada mengenai legal standing tentu saja kami adalah warga negara Indonesia yang sah karena kami juga punya KTP dan tinggal di Indonesia khususnya di Jakarta. Kami memohonkan ini karena pasal tadi 201 ayat 10 dan 11 itu tidak sesuai ataupun bertentangan dengan khususnya pasal-pasal yang tadi disebutkan juga oleh kuasa hukum kami terutama pasal 1 ayat 2 pasal 18 ayat 4 yang paling fundamental itu kemudian pasal 27 ayat 1 dan pasal 28 d ayat 1 tahun di pasal 18 bahwa gubernur bupati dan walikota itu sebagai kepala pemerintahan daerah dipilih secara demokrasi , tetapi di pasal yang kita gugat ini kita Mohon diuji di MK ini adalah yang tadi itu Bahwa untuk mengisi kekosongan kepala daerah yang habis masa jabatannya 2022 dan 2023 itu diisi kekosongan itu dengan cara diangkat, diangkatnya pejabat-pejabat tentu saja kami melihat ada perbedaan. 


Sebenarnya di undang-undang pemilu juga warga negara yang khususnya memang yang terdaftar di DPT adalah punya hak suara, tetapi bukan berarti warga negara yang artinya tidak masuk DPT bisa memilih, di dalam undang-undang pemilu atau Pemiluk ada juga disebutkan bahwa pemilih tetap bisa menggunakan hak pilihnya bagi warga negara yang tidak terdapat dalam DPT hanya saja waktunya di berikan satu jam sebelum TPS itu ditutup dengan menunjukkan KTP elektronik. Yang jelas kita diberi kesempatan kembali untuk sidang atau memperbaiki kembali dokumen kami atau permohonan kami selambat-lambatnya 14 Hari Sejak hari ini dan Insya Allah dari segala masukan yang disampaikan oleh panel majelis hakim hari ini kami siap untuk maju kembali dengan segala optimisme. Karena saya dan sebagai kuasa dan juga pemohon, lami yakin apa yang kami lakukan ini bukan hanya buat pemohon tetapi judicial review adalah buat rakyat Indonesia.


Kita berharap terpilih pemimpin-pemimpin yang memang membawa kemajuan yang signifikan kesejahteraan dan seterusnya. Jadi itu dalam kurun waktu 4 hari kami akan segera masukan perbaikan untuk persidangan berikutnya kami akan diberitahukan melalui juru Panggil Mahkamah Konstitusi apa tindakan selanjutnya. 


Kami melakukan judicial review berjuang untuk diri kami dan semua orang. Kalau dikabulkan itu artinya majelis hakim sependapat dengan kami bahwa dengan adanya pengangkatan penjabat tahun 2022 itu kemudian mencederai demokrasi. Kalau seandainya kemudian tidak dikabulkan saya berpikir sebagai warga negara Indonesia kita sudah berusaha melakukan upaya hukum terbaik dengan melakukan judicial review. Karena salah satu kewenangan Mahkamah Agung adalah kita boleh melakukan judicial review undang-undang terhadap undang-undang Dasar 1945. 


Kalau seandainya tidak dikabulkan, maka kita akan berjuang dalam hal yang lain. Tentu saja tidak menggunakan pasal yang sama atau mungkin aktif secara hukum lain atau advokasi tentang hal lain. Yang jelas satu hal sebagai penasihat hukum Saya juga berpikir kami sebagai tim Advokasi Hak dari para pemohon dan sekali lagi bukan tidak hanya untuk memohon tetapi untuk rakyat Indonesia yang lebih baik. Majelis hakim hanya menyampaikan beberapa hal yang mungkin bisa kami pertimbangkan agar permohonan kami sempurna. Dan harapan kami memohon semoga petitum atau tuntutan kami dikabulkan tentang pasal 201 pasal (10) maupun 201 pasal (11) undang-undang nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota", tutupnya.

Comments

Popular posts from this blog

HokBen di Kota Batam

Kampung Nelayan Buffet Ramadhan

Mahkamah Agung Republik Indonesia